Assalamu’alaikum wr.wb
Selamat hari jumat sobat bikers sekalian semoga ALLAH SWT merahmati dan melindungi kita semua.
Kali ini saya ingin membahas permasalahan hukum tentang ukuran ban yang tidak sesuai standar pabrikan apakah aparat boleh melakukan penindakan?…… boleh dikatakan ini sebagai pojok hukum untuk sekedar sharing ilmu hukum yang berkaitan dengan berkendara dalam lalu lintas. Tentunya apa yang saya share disini tidak berdasarkan opini semata tanpa adanya dasar hukum karna berbicara masalah hukum harus ada dasar hukum yang menjadi penguatnya. Berpegang pada asas “siapa yang mendalilkan maka dia harus bisa membuktikan
Sering kali ketika di jalan kita melihat kendaraan bermotor terutama kendaraan roda dua alias sepeda motor yang ukuran ban dan telapaknya tidak sesuai dengan standar pabrikan entah itu terlalu kecil ataupun terlalu besar. Untuk ukuran ban yang terlalu kecil atau biasa disebut ban cacing dimana aparat kepolisian lebih sering melakukan penindakan dan memberikan sanksi dikarenakan dapat membahayakan pengendara lain ataupun pengemudi kendaraan itu sendiri dan orang awam yang sadar akan keselamatan berlalu lintas pun tahu kalo itu berbahaya tapi dari segi hukum apakah ada Undang-Undang atau Pasal-Pasal yang benar-benar jelas mengatur tentang ukuran ban yang tidak sesuai standar pabrikan.

image
Ilustrasi ban cacing

Menurut Pasal 48 ayat 1 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Ketentuan mengenai persyaratan teknis dan laik jalan selanjutnya diatur dalam PP No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Aturan mengenai roda atau ban antara lain diatur Pasal 68 PP No. 55 Tahun 2012 yang mengatur bahwa kuncup roda depan dengan batas toleransi lebih kurang 5 milimeter per meter (mm/m), serta ketentuan Pasal 73 PP No.55 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa kedalaman alur ban tidak boleh kurang dari 1 millimeter. Aturan mengenai ukuran ban yaitu diameter dan lebar telapak memang tidak disebutkan dalam PP No.55 Tahun 2012. Akan tetapi, terdapat ketentuan Pasal 16 ayat (3) dan ayat (4) PP No.55 Tahun 2012 yang menyatakan:
Ayat 3:
Ban bertekanan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 harus memiliki
adhesi yang cukup, baik pada jalan kering maupun jalan basah.

Ayat 4:
Pelek dan ban bertekanan
sebagaimana dimaksud pada ayat
2 yang digunakan pada Kendaraan
Bermotor harus memiliki ukuran dan
kemampuan yang disesuaikan dengan
JBB atau JBKB
Yang dimaksud dengan JBB adalah berat maksimum Kendaraan Bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya bisa dilihat pada Pasal 1 angka 16 PP No. 55 Tahun 2012. Sedangkan yang dimaksud dengan JBKB adalah berat maksimum rangkaian Kendaraan Bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya dapat dilihat pada Pasal 1 angka 17 PP No.55 Tahun 2012. Dalam hal ini ukuran ban yang terlalu kecil atau terlalu besar dalam artian tidak sesuai dengan ukuran produksi aslinya, akan mempengaruhi kinerja dari sistem rem karena memiliki kemampuan yang tidak sesuai dengan JBB atau JBKB sepeda motor tersebut. Walaupun tidak diatur secara jelas mengenai ukuran ban, akan tetapi mengingat aspek keselamatan terkait pemakaiannya hal tersebut masih termasuk kriteria persyaratan teknis dan layak jalan kendaraan bermotor.
Dalam hal ini petugas Kepolisian yang melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor secara insidental dilakukan terhadap pelanggaran yang terlihat secara kasat indera atau tertangkap oleh alat penegakan hukum secara elektronik, dapat dilihat pada Pasal 14 ayat 3 PP No. 80 Tahun 2012. Pelanggaran lalu lintas yang terlihat secara kasat indera mencakup pelanggaran tata cara berlalu lintas, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), Tanda Coba Kendaraan Bermotor (TCKB), kelengkapan persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan kendaraan bermotor, Penjelasan Pasal 14 ayat 3 PP No. 80 Tahun 2012.
Jadi dapat dikatakan pelanggaran lalu
lintas yang dapat ditindak hanyalah
mengenai kedalaman alur ban berdasarkan Pasal 285 ayat 1 UU Lalu lintas dan Angkutan Jasa maka:
Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan,
knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat
(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

image

image
Ilustrasi ban gambot

Maka seharusnya dalam penggunaan ban kendaraan bermotor entah itu ban cacing atau ban gambot tau besar, aparat kepolisian hanya dapat melakukan penindakan soal kedalaman alur ban yang tidak boleh kurang dari 1 millimeter sebagaimana tertuang dalam Pasal 285 ayat 1 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jasa, juncto
Pasal 73 PP No. 55 Tahun2012). Sedangkan untuk ukuran diameter dan lebar telapak yang tidak sesuai dengan keluaran pabrikan semestinya tidak dapat dilakukan penindakan karena tidak aturan yang secara tegas mengatur tentang hal tersebut.
Ada baiknya penggunaan ban sesuai spesifikasi atau yang direkomendasikan oleh pabrik, demi keselamatan berlalu lintas. Mengenai permasalahan ini saya tidak membenarkan penggunaan ban cacing ataupun penggunaan ban lebar karna bisa saja pihak kepolisian punya argument lain ataupun ada dasar hukum lain yang dapat dijadikan acuan. INGAT!!!! “Hukum itu tidak kaku dan statis tetapi fleksibel tergantung siapa yang memainkannya“. Jadi bagi yang merasa tidak sepaham dan punya dalil lain serta bukti yang jelas berdasarkan Undang-Undang silahkan share disini karna saya pribadi pun masih belajar juga.
Oke sobat bikers terima kasih sudah menyempatkan untuk mampir ke warung saya semoga menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Sumber hukum:
UU NO.22 Tahun 2009
PP NO.80 Tahun 2012
PP NO.55 Tahun 2012